Tatkala Tiga Merah Putih Berkibar di Negeri Matador

Alan Budikusuma
Alan Budikusuma
Nasional ‐ Created by EL

JAKARTA | Alan Budikusuma memperpanjang pesta kegembiraan rakyat Indonesia, setelah sehari sebelumnya Susi Susanti berhasil meraih medali emas Olimpiade pertama bagi Indonesia. Alan, Ardi BW, dan Hermawan Susanto, adalah tiga pemain bulu tangkis Indonesia yang mengukir sejarah dengan menyapu bersih semua medali Olimpiade, sekaligus menandakan dikibarkannya tiga bendera Merah Putih usai penyerahan medali.

Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada tahun 1992 di Pavelló de la Mar Bell, Barcelona, Spanyol, ketika dua pebulu tangkis Indonesia Alan dan Ardy saling berjumpa di final. Alan berhasil mengungguli rekan satu klubnya di PB Djarum tersebut dalam dua set 15-12, 18-13.

Alan meraih emas, Ardy perak, dan Hermawan Susanto meraih perunggu bersama Thomas Stuer-Lauridsen asal Denmark.

Berkibarnya tiga bendera Merah Putih di tunggal putra membuat Ketua Umum PBSI (1985-1993) Try Sutrisno, yang juga turut menyaksikan langsung pertandingan, sangat terharu. "Bayangkan bagaimana rasanya. Juara 1, 2, 3, semuanya dari Indonesia. Betapa saya sangat bahagia dan penuh rasa syukur," tuturnya, seperti dituliskan Brigitta Isworo Laksmi dan Primastuti Handayani melalui buku M.F. Siregar - Matahari Olahraga Indonesia.

Alhasil, Try --yang sempat berniat lengser dari jabatan puncak PBSI jika Indonesia gagal di Barcelona 92-- tidak perlu mengundurkan diri dari jabatannya.

Selain Try, Ketua Bidang Pembinaan dan Pimpinan Proyek Olimpiade Barcelona 1992 M.F. Siregar disebutkan di buku tersebut, juga, sebagai orang yang paling bergembira melihat ketiga bendera Merah Putih berkibar selepas final tunggal putra. "Kapan lagi bendera kita bisa berkibar di podium Olimpiade? Tiga sekaligus lho!" tanggapnya.

Sementara bagi Alan, melalui penuturannya di buku 50 Tahun PB Djarum - Dari Kudus Menuju Prestasi Dunia, Barcelona 92 merupakan puncak prestasi tertinggi yang wajib diraih atlet-atlet dunia, terlebih karena bulu tangkis baru kali pertama dipertandingkan. "Karena event tertinggi di dunia. Kebetulan juga empat tahun sekali dan merupakan hal yang luar biasa. Tentunya, setiap atlet ingin jadi juara," Alan, menjelaskan.

Jauh sebelum terbang ke negeri matador tersebut, persaingan antar-atlet di pelatnas pun dirasa Alan sudah cukup berat. Mengisi skuad tim nasional butuh perjuangan yang berat, meski harus bersaing dengan rekan satu asrama klub. "Untuk bisa masuk minimal butuh waktu satu tahun. Tentunya pada saat bisa masuk saja sudah luar biasa karena saya juga harus bersaing dengan teman-teman sampai kepilih cuma tiga. Tantangannya berat," pungkasnya.