Dalam Melahirkan Pebulutangkis Elite Dunia, Diperlukan Sinergi Antara Pelatnas dan Klub

Program Director Djarum Foundation, Yoppy Rosimin saat memberikan sambutan.
Program Director Djarum Foundation, Yoppy Rosimin saat memberikan sambutan.
Nasional ‐ Created by Bimo Tegar

Jakarta | Sebelum menjadi bintang yang besar, peran klub bulutangkis tentunya sangat krusial dalam menjaring dan membina bibit-bibit potensial dari tingkat dasar. Program Director Djarum Foundation, Yoppy Rosimin mengatakan, untuk mencetak atlet berprestasi, setiap klub memerlukan perjuangan yang hebat, tidak mudah dan tidak sebentar. Banyak proses yang mesti dilalui agar terlahirnya pebulutangkis kelas dunia.

“Untuk menembus persaingan elite dunia perlu effort khusus. Selain bakat atlet sendiri, ada pendukung yang lain. Itu yang pasti dirasakan semua klub,” kata Yoppy Rosimin dalam diskusi daring bertema Perjuangan Klub dalam Melahirkan Pahlawan Bulutangkis Indonesia, dilansir Jawapos.com.

Semenara itu, hal serupa juga dituturkan Ketua Harian PB Jaya Raya Jakarta, Imelda Wigoena. Menurut Imelda, supaya bisa mencetak atlet yang berprestasi, waktu sepuluh tahun saja dirasa singkat. “Itu belum tentu jadi juga. Setelah atlet direkrut, harus dijaga dengan baik. Itu perlu biaya dan pengorbanan yang tidak sedikit. Kemudian harus sering diturunkan dalam pertandingan,” ujar Imelda.

Di Indonesia, PBSI akan menjaring atlet-atlet potensial dari setiap klub yang ada di sejumlah daerah untuk kemudian diberikan kesempatan masuk ke pemusatan latihan nasional (pelatnas). Mulai dari tingkat pratama hingga utama. Dari situlah, mereka mulai bersaing untuk jadi yang terbaik di level dunia.

Tapi sebelum ke sana, setiap klub itu harus membekali atlet-atletnya. Bila masuk pelatnas, nantinya atlet tersebut tidak lagi ditangani klub mereka, melainkan langsung dibawah arahan dan program dari pelatnas PBSI. Untuk itu, sangat diperlukan sinergi antara klub dan pelatnas. Bagaimanapun, klub sudah membina atlet sejak usia dini. Klub juga lebih mengatahui karakter dari atlet itu sendiri.

“Alangkah baiknya seandainya ada pertemuan akrab antara pelatih pelatnas dan klub. Karena yang tahu karakter atlet sejak kecil dari pelatih klub. Dengan begitu, bisa membangun sinergi yang baik dan intens,” tuturnya.

Menanggapi hal tersebut, Yoppy juga lantas sependapat dengan Imelda. Dalam pemilihan pelatih pelatnas, dia menaruh respek apa pun pilihan federasi, dalam hal ini PBSI. Sebab, siapapun yang dipilih pasti terbaik. Umumnya, para pelatih tersebut memang saling kenal atau memang dari mantan pemain.

“Dalam hal ini, pelatnas perlu track record. Itu bisa didapat dari kontak ke klub. Kalau ada pertemuan resmi, menurut saya, itu lebih bagus. Ada catatannya. Selama ini hanya dilakukan secara individual,” imbuh Yoppy.