"Jangan hanya Mencari Sejahtera Tanpa Mengejar Juara"

Eng Hian (Djarum Badminton/Edward Luhukay)
Eng Hian (Djarum Badminton/Edward Luhukay)
Nasional ‐ Created by EL

Jakarta | Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Binpres) PP PBSI Eng Hian mengakui, masih banyak hal yang belum sinkron antara kemauan pelatih dan kebutuhan atlet. Menurutnya, permasalahan ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikannya, dengan harapan skuad pelatnas dapat naik kelas dan bersaing di level elite dunia.

Dalam separuh musim kompetisi tahun ini, seperti diakui Eng Hian, pencapaian para atlet bulu tangkis Indonesia, khususnya di level turnamen level 500 ke atas, masih jauh dari harapan. Begitu pun dengan pencapaian ganda putra "Merah Putih" pada Indonesia Open 2025, yaitu semfinalis dan posisi runner-up. "Masih nirgelar dan itu yang harus kita akui," katanya.

Berikut penggalan wawancara yang dilakukan oleh sejumlah wartawan, termasuk Djarum Badminton, dengan Eng Hian pada Rabu (18/6) siang di pelatnas PBSI, Cipayung, Jakarta:

Perjalanan dari tur Asia hingga puncaknya Indonesia Open 2025, bagaimana evaluasi PBSI?
Seperti yang kita ketahui bersama, mengenai hasil pencapaian turnamen terutama di level 500 ke atas memang masih sangat jauh dari harapan. Masih nirgelar dan itu yang harus kita akui. Terakhir di Indonesia Open juga untuk tim pelatnas hanya di semi final, tetapi tim Indonesia itu ada satu perwakilan di final. Tapi tentunya ini adalah hasil yang belum sesuai harapan, ya, untuk evaluasinya. 

Ini masih menjadi pekerjaan rumah buat saya pribadi sebagai Binpres untuk bisa segera mensinkronisasikan antara pelatih dan atlet. Masih banyak yang belum sinkron antara kemauan pelatih dan kebutuhan atlet. Itu masih belum sinkron dan itu yang terjadi di lapangan. Tentunya usaha saya untuk terus mengajak diskusi ke atlet maupun pelatih itu terus berjalan. 

Minggu kemarin juga sudah kita lakukan evaluasi bersama dengan para pelatih teknik, pelatih fisik, maupun tim mendukung, apa yang menjadi kendala. Tapi intinya adalah masih belum sinkron, kan, ini pelatih baru. Jadi kekurangan kebutuhan atlet itu yang harusnya ditingkatkan, ini masih belum bisa keseluruhan diterima oleh atlet. Ini yang masih menjadi program ke depan. Tapi kita sudah memberikan special note untuk bagaimana pencapaian di enam bulan ini, target apa yang harus dicapai, itu nantinya akan menjadi catatan atau evaluasi perpanjangan kontrak pelatih di tahun selanjutnya. 

Jadi, ya, kita agak sedikit menekankan di situ. Bagaimana pun pelatih itu adalah komandonya. Jadi bukan selalu mengikuti keinginan atlet, contohnya adalah atlet menginginkan berangkat (ke) turnamen A. Padahal menurut pelatih itu kondisi atletnya belum siap. Tapi karena ada tuntutan dari sponsor, ini yang harus digarisbawahi, itu harus berangkat. 

Nah ini yang sekarang sedang saya diskusikan terus dengan pimpinan supaya kondisi atlet ini siap dulu. Menurut standarisasi pelatih by data (layak bertanding), itu baru akan dikirimkan. 

Mengenai belum sinkron antara pelatih dan pemain begitu juga mengenai sponsor, apakah di awal tidak ada pembicaraan mengenai hal-hal ini?
Sejauh ini pelatih baru ini masih mengikuti apa yang menjadi keinginan (atlet). Sekarang kita tidak, saya sebagai Binpres tentunya tidak akan membatasi turnamen kalau itu sudah menjadi program. Tetapi kalau kita melihat kondisinya terus pencapaiannya juga tidak maksimal, tentunya karena ada evaluasi. Evaluasi itu menyangkut mengenai kondisi atlet yang belum siap. 

Ini yang harus... Makanya saya bilang harus ada sinkronisasi, adalah pelatih menginginkan untuk atlet yang dikirimkan itu memperoleh gelar juara. Atlet ini harus harus paham juga mereka berangkat itu bukan hanya berangkat sekadar mempertahankan ranking, tetapi harus juga memperoleh gelar juara. Itu yang terus kita sampaikan, kita tekankan ke atlet, supaya bisa sama-sama sinkron. Jangan hanya atlet itu mencari sejahtera tanpa mengejar juara. Ini harus dibalik, atlet harus mencapai juara untuk mencari sejahtera. Tapi, ya, ini kondisinya sekarang seperti ini. 

Ada sistem-sistem yang memang harus kita perbaiki supaya bisa memacu motivasi atlet untuk bisa lebih jelas tujuannya, lebih kuat tujuannya, untuk mencapai gelar juara, bukan hanya sekadar mempertahankan ranking. Kita berharap ini enam bulan ke depan ini ada hasil yang lebih terlihat. Kita harapkan ada progres yang lebih terlihat. 

Bagaimana dengan evaluasi dan kontrak pelatih?
Tetap kontrak itu kita jalankan, kita evaluasi itu. Kita mau bikin kontrak per tahun (atau) dua tahun itu, tentunya itu hanya regulasi. Tapi kalau dari pencapaian dan target yang diberikan oleh PBSI jauh dari target, tentunya akan menjadi evaluasi. Jauh dari KPI (key performance indicator) akan menjadi evaluasi. Maksudnya, evaluasi apakah ini akan dilanjutkan atau akan diganti. 

PBSI akan menyiapkan apa yang menjadi kebutuhan permintaan dari pelatih. Tapi tentunya tidak semua permintaan akan langsung kita berikan. Apakah tujuannya sesuai dengan yang dilakukan. 

Belakangan juga ada kebutuhan psikolog bagi para atlet?
Mengenai psikolog sudah kita siapkan dari awal. Tapi, menurut saya pribadi, untuk saat ini yang harus dibenahi adalah dari kualitas latihannya dulu, tujuan latihannya dulu. Kalau itu sudah maksimal, kan, pelatih ini selalu memberikan laporan program latihan. Dari teknik dan fisiknya saja masih jauh dari benchmark, ini mereka buat sendiri, lho. Bukan kita yang buat sendiri.