Akselerasi dan Tantangan di Paruh Kedua

Apriyani Rahayu & Nitya Krishinda Maheswari (Djarum Badminton/Edward Luhukay)
Apriyani Rahayu & Nitya Krishinda Maheswari (Djarum Badminton/Edward Luhukay)
Nasional ‐ Created by EL

Jakarta | PP PBSI menyatakan, para pelatih di pelatnas masih mencari pola program latihan dan komunikasi yang tepat, terutama untuk para atlet utama. Di lain sisi, induk organisasi olahraga bulu tangkis itu terus berupaya menyiapkan atlet-atlet muda untuk naik level agar dapat bersaing di level elite dunia.

Hal tersebut dinyatakan oleh Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Eng Hian, Kamis (19/6), melalui keterangan pers Humas dan Media PP PBSI. Ia juga meminta para pelatih untuk membuat program pengiriman ke turnamen sesuai dengan kapasitas atau level atletnya. "Enam bulan ke depan kami mengirimkan atlet-atlet ke turnamen sesuai dengan kemampuan mereka dengan target yang dipasang adalah meraih gelar juara," katanya.

"Menurut pelatih, atlet-atlet utama kita belum semuanya di posisi level elite. Perlu mengejar, menaikkan kemampuan baik teknik maupun fisik," Eng Hian, menambahkan.

Lebih lanjut pria yang biasa disapa Didi ini mengemukakan, sejatinya, para pemain yang memperkuat skuad ganda putra pelatnas mampu bersaing dengan mencapai level elite. Namun, dengan pencapaian lima kali selaku finalis, hasilnya belum sesuai dengan harapan. 

Situasi lebih rumit dihadapi sektor tunggal. Anthony Sinisuka Ginting masih menjalani pemulihan setelah mengalami cedera sejak awal tahun ini. Sementara, pemain tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung harus menepi lantaran mengalami  kendala dengan kesehatannya. "Di bawah mereka, kami sedang terus akselerasi untuk naik level. Alwi (Farhan), Putri Kusuma Wardani, dan Jafar (Hidayatullah)/Felisha (Alberta Nathaniel Pasaribu)," ungkapnya..

Banyak aspek yang mesti dievaluasi, menyusul merosotnya prestasi bulu tangkis Indonesia di paruh pertama musim kompetisi 2025. Ia menilai, tak ada salahnya bagi pelatih untuk mengirim anak asuh merek ke turnamen-turnamen level di bawah Super 300. "Semua harus bisa dievaluasi secara tegas, menurut saya. Pemain yang sudah lima tahun lebih di pelatnas, selain progres, harus fair dilihatnya adalah pencapaian," kata Didi.

"Saya menyampaikan kepada pelatih, memberikan pandangan, kenapa tidak mencoba untuk diturunkan levelnya dan diberi target podium dulu. Bila tidak tercapai, maka harus segera dipikirkan apa yang harus dilakukan. Ini sebagai ujian juga untuk mereka," jelas peraih medali perunggu Olimpiade Athena 2004 itu.

Yang utama bagi pelatih, lanjutnya, harus ada standardisasi yang mencakup banyak faktor sebelum mengirimkan atlet ke setiap turnamen. Bermodalkan persiapan yang bagus pun, menurut Didi, bukan sebuah dasar yang kuat untuk bersaing. "Jangan hanya ikut kata pemainnya yang mau turun di turnamen tanpa dasar dan persiapan yang bagus. Dari hasil evaluasi di setiap turnamen, permasalahannya tidak jauh dari hal-hal itu saja. Berarti belum ada perubahan program dari hasil evaluasi yang dilaporkan," tegasnya.

"Saya juga mau mengikis pola pikir para atlet yang datang ke turnamen untuk memperbaiki peringkat. Pola pikirnya harus diubah, ke turnamen harus berprestasi maka peringkat akan naik," Didi, menjelaskan.

"Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) saya bersama pelatih teknik dan pelatih fisik, untuk membuat program latihan yang lebih tepat sasaran, agar para atlet dapat mencapai performa terbaiknya," pungkasnya.