Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) melalui lamannya menyebutkan, musim kompetisi 2025 sebagai salah satu yang paling produktif bagi Chou dalam beberapa tahun terakhir. Ia sukses mempertahankan gelar juara Arctic Open, menempati posisi runner-up pada dua turnamen lainnya, serta melaju hingga semifinal pada lima ajang berbeda. Konsistensi tersebut tidak hanya mengantarkannya lolos ke BWF WTF 2025 di Hangzhou, tetapi juga menempatkannya dalam persaingan kandidat "Pemain Tunggal Putra Terbaik" pada Gala Dinner BWF WTF 2025, Senin (15/12). "Tidak buruk untuk seorang pria yang pertama kali bermain di final akhir musim pada usia 25 tahun pada 2015," tulis BWF.
Sejak debutnya satu dekade lalu, ia hanya absen pada turnamen pengujung tahun itu sebanyak tiga kali, yaitu 2016, 2021, dan 2023. Namun, kisah sesungguhnya justru terletak pada berbagai tantangan yang berhasil ia lewati untuk mencapai titik ini. Pada 2024, Chou berjuang dan mengalahkan kanker kolorektal, sebuah perjuangan yang membentuk perspektifnya jauh lebih mendalam daripada latihan pukulan forehand atau gerakan kaki apa pun. "Tentu saja ini menjadi hal yang istimewa bagi saya di usia saat ini, karena bisa tetap bersaing di level tertinggi bukanlah perkara mudah," ujarnya, menanggapi pencapaiannya menembus BWF WTF 2025.
"Saya bersyukur Tuhan memberi saya kekuatan untuk tetap bermain di usia 35 tahun. Saya merasa dalam kondisi yang baik dan menikmati permainan ini, sehingga berharap dapat terus berlanjut untuk beberapa waktu ke depan," Chou, menambahkan.
Hasil terbaik Chou pada BWF WTF adalah dua kali menembus semifinal, termasuk pada edisi tahun lalu. Namun, ia kembali tampil pada musim ini dengan kesadaran bahwa persaingan bakal berlangsung sangat ketat. "Semua pemain sangat kuat, jadi saya hanya perlu fokus menghadapi satu lawan pada satu waktu. Saya akan melihat hasil undian serta mengevaluasi kondisi fisik dan psikologis saya. Ini akan sulit, tetapi saya akan memberikan 100 persen," tegasnya.
Namun, impian untuk akhirnya mengangkat trofi tersebut tetap terjaga. Ia tidak menutupinya, tetapi paham betul adanya jarak antara keinginan dan realitas di level tertinggi. "Itu adalah tujuan utama setiap pemain. Saya sangat ingin mencapainya, tetapi ada banyak hal sulit yang harus dilalui terlebih dahulu, mulai dari persiapan hingga pemulihan—setiap detailnya," jelasnya.
Dan, di titik inilah Chou kembali berdiri, satu dekade sejak penampilan perdananya pada BWF WTF, dengan membawa kebijaksanaan dari pengalaman panjang serta rasa syukur seorang penyintas. Terlepas dari apakah ia mampu naik ke podium teratas atau tidak, perjalanan Chou pada usia 35 tahun telah merepresentasikan bentuk kesuksesan tersendiri, yang tidak semata diukur dari hasil akhir, melainkan dari ketahanan, konsistensi, serta kemampuan untuk terus memperbarui diri.


