Marin mencetak kesuksesan besar di tahun 2015 dengan mengumpulkan lima gelar Superseries dan duduk di peringkat satu dunia. Namun, ia harus menorehkan cerita berbeda tahun ini.
Meskipun berhasil menyabet emas Olimpiade Rio, namun ia belum mendapatkan satu pun gelar Superseries. Nada suaranya menyiratkan kegusaran saat menjawab pertanyaan mengenai penurunan prestasinya di tahun 2016.
"Saya telah mengatakan berkali-kali, meskipun saya tidak memenangkan kejuaraan Superseries, tapi itu tidak menjadi masalah. Saya telah memenangkan turnamen terpenting," ujarnya.
Intanon tampil berkilau dalam tiga minggu berturut-turut di Bulan April - Mei. Ia menjuarai tiga turnamen Superseries sekalugus, yaitu di India, Malaysia, dan Singapore. Kemenangannya itu menorehkan rekor baru dalam sejarah Superseries. Sayangnya, Intanon pulang dengan tangan kosong di Olimpiade Rio dan harus menutup turnamen akhir tahun dengan cedera.
Sementara nama Tai Tzu Ying kembali muncul ke permukaan. Ia mengawali tahun 2016 dengan menjadi semifinalis All England dan finalis di Malaysia. Gelar perdananya tahun ini diraih di Indonesia dengan menyingkirkan tiga pemain top Tiongkok, Li Xuerui, Wang Shixian, dan Wang Yihan.
Gelar keduanya didapat usai menaklukkan juara Olimpiade dan peraih medali perak Olimpiade berturut-turut di Hongkong. Akhir tahun 2016 ditutup manis dengan menyabet juara Dubai World Superseries Finals. Saat ini pemain asal Taipei tersebut bertengger di peringkat satu dunia.
"Menjadi pemain nomor satu tidak berarti apapun bagi saya, meskipun saya yakin itu berarti banyak untuk keluarga saya. Saya lebih tertarik pada proses meningkatkan permainan saya," pungkasnya.
Kompetisi yang mewarnai sektor tunggal putri menjadi daya tarik tersendiri. Para pecinta bulutangkis mengantisipasi tingkat persaingan tunggal putri di tahun mendatang.
